MAKALAH BUDAYA DAN KESEHATAN MASYARAKAT BALI


BUDAYA DAN KESEHATAN
MASYARAKAT BALI





NAMA KELOMPOK :
1.      Ni Kadek Katarina Ayu Damayanti (18C10035)
2.      I Gede Krisna Diva (18C10036)
3.      Ni Putu Kristiani (18C10037)
4.      Putu Ayu Laksmi Dewi (18C10038)
5.      Ni Wayan Linda Darmayanti (18C10039)
6.      Luh Sindi Kartika Dewi (18C10040)
7.      Malika Ayu Cahyani (18C10041)
8.      I Gusti Agung Mas Diah Novitasari (18C10042)
9.      Ni Putu Meilisa Erlina Kusuma Dewi (18C10043)
10.  Ni Kadek Mila Damayanti (18C10044)
11.  Ni Putu Mutiara Shandra Ningsih (18C10045)
12.  Ni KadekNefi Widiastuti (18C10046)
13.  Ni Wayan Nonik Yudiani (18C10047)
14.  Nur Fadila Haryanti (18C10048)
15.  Ni Wayan Oktiani (18C10049)
16.  Ni Made Putri Dewi (18C10050)
17.  Luh Putu Rena dewi Agustini (10C10051)

Latar belakang
Pengobatan tradisional merupakan bentuk interfensi terapi yang tidak invasif, berakar dari kepercayaan kuno, termasuk di dalamnya konsep keperawatan kuno. Pada abad ke-19 para praktisi pengobatan tradisional ini memiliki pengetahuan terbatas mengenai penyakit infeksi dan pemehaman ilmu kedokteran barat seperti biokimia. Di Indonesia banyak dijumpai pengobatan tradisional yang masih digunakan dan dipercayai oleh masyarakat.
Menurut j.p kleiweg de zwaan bahwa mengumpulkan bahan keterangan tentang ilmu dukun itu mempunyai 2 macam kegunaan.
1)      Dengan mengupas arti dari perbuatan ilmu dukun itu, dunia ilmiah akan mendapat banyak keterangan tentang alam pikiran bangsa lokal
2)      Pangan mengumpulkan bahan tentang ilmu dukun, ilmu kedokteran modern mungkin bisa mendapatkan pengetahuan tentang obat-obatan asli yang mungkin banyak berguna.
Sehingga dukun tidak hanya dikenal dikalangan daerah tertentu saja melainkan diseluruh Indonesia memiliki kekayaan tentang ilmu pedukunan yang dimiliki di Indonesia. Jika dibali dukun disebut juga balian kata balian berasal dari kata wali (b=w) yang artinya kembali. Dari kata wali lalu menjadi walian atau balian yang artinya orang yang dapat mengembalikan keadaan tubuh seseorang seperti dalam keadaan sebelum sakit. Balian atau sering disebut jero dasaran merupakan suatu phenomena beragaman alam masyarakat animistik dan dinamistik yang masih mewarnai umat hindu bali. Ketika perandadaya nalar manusia sudah mulai tak bisa memenuhi keinginan, ketajaman akal sudah mulai timbul dalam memecahkan masalah ketika rasio sudah tidak bisa memuaskan keinginan jasmani dan rohani maka kecenderungan untuk mendapatkannya hanya ada di dunia magic.
Itulah nunasang, matuunan, termasuk dalam menjalankan upacara keagamaan, khususnya aspek ritual. Manusia yang terimbas bau modern kini justru cenderung mengagumi dunia klenik, takut salahang betara, pemastu, yakni tradisi turun-temurun yang tentunya sangat jauh dari dunia nalar manusia.

Rumusan masalah
1)      Bagaimana sistem perdukunan yang ada dari zaman purba hingga zaman sekarang
2)      Bagaimana sejarah pengobatan agama hindu
3)      Apa perbedaan dari balian usada dan balian ketakson

Tujuan
1)      Untuk mengetahui sistem perdukunan yang ada dari zaman purba hingga di zaman sekarang
2)      Untuk mengetahui sejarah pengobatan agama hindu
3)      Untuk mengetahui perbedaan dari balian usada dan balian ketakson
Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini untuk mengetahui tentang sistem perdukunan yang ada dari zaman purba hingga di zaman sekarang, untuk mengetahui sejarah pengobatan agama hindu, untuk mengetahui perbedaan balian usada dan balian ketakson.






Pembahasan
1.Perkembangan sistem perdukungan
A.    Zaman purba
Dalam zaman purba, ada beberapa jenis kepercayaan kuno, antara lain yaitu
·         Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan alam. Manusia memandang alam sekelilingnya dan merasakan diri kecil dan rendah. Manusia mencari perlindungan kepada kekuatan-kekuatan alam dan meminta pertolongan di dalam kehidupannya. Kekuatan alam disekeliling manusia dibayangkan sebagai manusia juga, tetapi dengan kekuasaan dan kekuatan yang jauh lebih besar.
·         Kepercayaan terhadap kekuatan sakti/gaib (dinamisme). Manusia melihat sekelilingnya banyak keajaiban dan keanehan. Hal-hal yang luar biasa itu disebabkan menurut anggapannya oleh sesuatu kekuatansakti/gaib. Pada manusia terdapat tempat-tempat timbunan sakti seperti kepala, rambut, air ludah, kuku, darah dan tembuni. Pada benda-benda pun dianggap ada tempat timbunan sakti seperti benda-benda pusaka, jimat dan lain-lain. Kepercayaan seperti itu disebut fetisme.
·         Kepercayaan terhadap adanya jiwa (animisme). Alam pikiran sederhana menganggap bahwa semua yang bergerak adalah berjiwa. Matahari bergerak adalah berjiwa, air bergerak adalah berjiwa dan lain-lain. Kepercayaan seperti ini disebut animism.
·         Kepercayaan terhadaproh-roh. Alam pikiran sederhana percaya, bahwa alam sekitar itu penuh dengan roh baik dan roh jahat. Suatu hutan rimba yang gelap penuh kegaiban, dianggapnya penuh dengan berbagai roh. Roh-roh itu dianggap mendiami batu tumbuh-tumbuhan, pohon besar, simpangan jalan dan terutama mendiami kuburan. Ada juga anggapan roh-roh itu tinggal di dalam tubuh binatang tertentu misalnya harimau, pada buaya, pada cecak. Roh-roh juga dianggap tinggal dilingkungan rumah tangga. Roh digambarkan dalam dua sifat yaitu ada yang baik dan ada yang jahat.
·         Kepercayaan terhadap orang kemasukan roh (symanisme). Kepercayaan yang umum pada pikiran sederhana adalah orang bisa mengundang roh dan juga roh sesorang bisa pergi ke dunia roh. Kepercayaan yang demikian disebut (symanisme).

            Dahulu kala manusia sederhana tinggal di gua-gua alam oleh karena mereka belum mengenal pembuatan rumah. Mereka mencari perlindungan kepada alam. Mereka hidup dari hasil perburuan dan makan buah-buahan serta ikan-ikan dari kali. Mereka memerlukan air maka itu gua-gua tempat tinggalnya sering dijumpai pada tebing-tebing dipinggir kali. Mereka telah mengenal api untuk melindungi dirinya dari udara dingin. Mereka juga mengenal sistem pengobatan dengan menggunakan daun-daunan. Bila mereka luka misalnya karena perkelahian dengan binatang-binatang buas, maka lukanya di temple, dijampi terlebih dahulu.
            Dapat dibayangkan pula bahwa sistem pengobatan dengan mempergunakan air ludah, telah terdapat pada masa kuna Karena ludah merupakan tempat timbunan sakti. Pengobatan dengan sistem pawing pun rupa-rupanya sudah ada sejak itu. Sistem pengobatan dengan menggunakan cara-cara meminta pertolongan kepada roh-roh terutama meminta kepada roh nenek moyang, sudah dikenal pulanpada masa itu, karena menurut pengetahuan kepurbakalaan sistem pemujaan roh nenek moyang telah dikenal sejak jaman prasejarah.
B.     Jaman pengaruh hindu hingga sekarang
Menurut penelitian sejarah, hubungan bali dengan jawa menjadi erat sejak abad 10 ditandai oleh perkawinan raja Dharma udayana dengan puteri raja jawa timur yang bernama mahendradhatta. Raja suami-istri ini memerintah bali tahun 929-943M. sejak pemerintahannya memakai Bahasa jawa kuna sebagai mana terbaca di dalam prasasti-prasastinya, sedangkan sebelumnya dipakai Bahasa bali kuna. Kaarya-karya sastra jawa kuno, telah memberikan petunjuk bahwa pada abad ke-10 telah ada sistem pengobatan usada yang dilakukan oleh balian usada. Tentang adanya mistik, telah diberikan keterangan di dalam kitab calonarang. Dengan pengembangan ini maka munculah berbagai jenis usada di bali yang jumlahnya sangat banyak antara lain usada kurantabolong, usada cukildaki, usada banyu, usada tarupramana, usada babahi, usada tenung. Sistem pengobatan usada di bali, berkaitan pula dengan sistem keagamaan yaitu beberapa aspek agama hindu. Didalam melakukan pengobatan, seringpula disertai suatu upacara dewa yadnya dalam bentuk nunas ica kepada hyang widi. Segi upacara pitra yadnya terlihat pula di dalam suatu pengobatan usada dimana dikatakan si sakit kadang-kadang disakiti oleh roh leluhurnya karena suatu sebab, sehingga memerlukan suatu upacara yang berhubungan dengan leluhurnya untuk memohon ampun dan restu. Aspek keagamaan yang sering berhubungan dengan sistem pengobatan usada adalah mecaru sebagai suatu usaha untuk memulihkan kembali kesehatan si sakit. Caru yang sering dipakai adalah caru yang bersifat khusus misalnya caru nasi wong-wongan, caru nasirangda, caru nasi sasahan. Melihat kenyataan tersebut ini, maka sistem pengobatan usada dibali mencangkup dua jalur yaitu, mengobati dengan memberi obat menurut usada dan melakukan upacara keagamaan tertentu untuk memulihkan kesehatan si sakit secara spiritual.
C.    Sejarah pengobatan di dalam agama hindu
Kata balian menurut I Gst. Agung gede putra dapat diberikan pengertian bahwa balian berasal dari kata wali berarti mengembalikan, wali atau wangsa artinya kembali. Wali juga berarti banten. Sebagaimana diketahui banten itu sebenarnya adalah simbol atau gambaran sebagai pengganti yang sebenarnya misalnya banten guru piduka adalah simbol permintaan maaf, dengan membuat guru piduka sudah berarti menbuat gambaran meminta maaf. Canang sari simbol lingga dengan membuat canang sari berarti sudah membuat lingga padahal bukan lingga sungguhan melainkan hanya gambaran lingga. Jadi banten adalah gambaran simbol, gambaran simbol itu sama dengan wakil dari benda sebenarnya, dan wakil dari benda sebenarnya sama dengan wali dan akhirnya wali sama dengan banten. Contohnya dapat kita lihat pada pujawali artinya ada upacara pemujaaan dan upacara persembahan banten. Baligya(waligya) yang kemudian jadi ngeligya adalah upacara nyekah dengan banten lebih besar. Dyuskabaligi (dyus artinya mandi atau penyucian) dan bligi artinya banten, jadi dyus kambaligi artinya banten penyucian. contoh yang sampai sekarang kita dapat jumpai pada masyarakat bali kuno seperti di daerah kintamani, sukawana, dan sekitarnya ialah adanya sebutan jabatan jero balian. Ambilah contoh di batur, jro balian disana tidak bertugassebagai dukun tukang mengobati melainkan bertugas sebagai tukang ngantebang (mempersembahkan) banten kalau ada orang naur sesangi (bayar kaul), banten penebusan pecaruan dan sebagainya. Jadi tugannya adalah ngantebang banten. Suku kaharingan di Kalimantan, orang yang bertugas mengawinkan juga disebut balian. disamping itu kita mengenal juga jabatan balian konteng yaitu semacam pemangku yang bertugas menyelesaikan atau meresmikan upacara perkawinan. Di desa-desa kalau banten widhi widananya kecil jarang yang meminta pedanda sebagai pemuputan dan dicukupkan dengan menggunakan balian konteng saja. Jadi dalam hal ini tidak semua balian itu adalah dukun tukang obat melainkan juga bisa berarti tukang muput banten.
            Pengobatan di dalam agama hindu dapat dilihat di dalam kitab catur weda, yakni di dalam atharwa weda. Dalam atharwa weda banyak disebutkan mengenai obat-obat dan mantra-mantra pengobatan. Saying sekali karena terjemahan atharwa weda ini tidak ada di Indonesia demikian pula nama-nama daripada tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai bahan obat tidak diketahui persamaannya di Indonesia, sehingga tidak diketahui jenis tumbuh tumbuhan yang dimaksud maka pengaruh atharwa weda dalam pengobatan tradisional di Indonesia dan di pulau bali khusunya tidak banyak.
D.    Jenis jenis balian
Balian yang dikenal di bali secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu
1.      Balian usada
Balian usada adalah balian yang pada dasarnya mengutamakan penggunaan pengetahuan mengenai teknik pengobatan dan jenis-jenis obat-obatan. Pengetahuannya didapat dari mempelajari berjenis-jenis usada antara lain lontar usada, lontar bodagama, bodakecapi dan sebagainya yang pada umumnya memuat soal-soal therapy menentukan jenis penyakit pada soal-soal obat yaitu obat apa yang cocok untuk suatu penyakit. Jadi usada itu garis besarnya memuat soal bagaimana menentukan jenis penyakit dan menentukan obatnya. Untuk mendapatkan kemanjuran dari pengobatan itu pengetahuan soal jenis penyakit dan jenis obat-obatan itu saja belum dianggap cukup sebab pada umumnya balian usada mempelajari kandapat mulai dari kandapat rare, bhuta, dewa dan sari atau sejenis kandapat lainnya seperti anggastya prana, kuranta bolong, sundari, ding, purwa bhumi kemulan, welanda kateng dan sebagainya. Untuk mempelajari dan ngerangsuk (dapat menghayati betul-betul) kandapat ini diperlukan pengendalian diri berupa puasa dan pantangan puasa tidak makan minum, tidak mengajak istri dalam waktu tertentu dan sebagainya. Puasa dan pantangan ini bertujuan untuk penyucian diri sehingga kekuatan ilmu kandapat itu betul-betul menyatu pada dirinya. Sebagaimana diketahui kandapat itu dasarnya adalah pengenalan terhadap sifat, kekuasaan, kesukaan serta penggunaan dari saudara yang empat yang diajak lahir bersama-sama. Mereka itu adalah yeh nyom yang warnanya putih keluar paling dahulu sebagai peretas jalan, sesudah itu darah dan lamas yang berwarna merah dan kuning yang menjaga tiap sisi dari si bayi pada waktu lahir sehingga tidak cacat walaupun melalui lobang yang sempit, dan terakhir adalah ari-ari warna biru (hitam) yang bertugas mendorong si bayi dari belakang agar cepat bisa keluar. Saudara yang empat inilah yang dari sejak lahir menjaga keselamatan si bayi dan sesudah besar anak ini maka saudara yang empat itu pun berganti nama anggapati, mrajapati, banaspati, dan banaspati raja dan didalam kandapat dewa beliau adalah Bh. Iswara, Bh. Brahma, Bh. Mahadewa, dan Bh. Wisnu. Kandapat yang berarti saudara yang empat akan bisa membantu dan melindungi bayi ini dari kecil sampai sesudah mati karena saudara empat ini pula yang menjaga di jembatan ogal-agil (titi ogal agil). Kalau seseorang baik terhadap saudaranya yang empat maka saudara empat ini akan melindungi dan membantu orang ini di dalam segala perbuatannya sehingga dia bisa menjadi manusa sakti manjur segala apa yang dibuat atau dikatakannya, biasa membantu didalam segala pengobatan dan melindungi di dalam segala bahaya. Sebaliknya jika manusia sakti ini menyalahgunakan saudaranya yang empat itu maka mereka juga menjadi saksi dan penghukum di neraka. Dengan mendalami kandapat ini dan akrab dengan saudara yang empat ini maka si balian akan dapat meminta bantuan pada mereka. Sebab itu merupakan etik dari balian usada yang ngerangsuk kandapat jangan sampai menyalah gunakan saudaranya itu untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan dharma dalam arti memeras oasien dengan meminta uang yang banyak-banyak atau menggunakan kesaktiannya untuk kesenanagn dan keuntungan sendiri. Itulah sebabnya balian usada pada umumnya tidak mau memasang tarif karena dia tidak boleh serakah, kalau sudah mulai serakah dia tidak manjur lagi. Serakah dalam Bahasa sansekertanya disebut ahamkara (mementingkan diri sendiri) di dalam Bahasa Indonesia disebut angkara. Orang yang merangsuk kandapat oleh karena tahu akan akibat kalau dia menyalahgunakan saudaranya maka segala perbuatannya dikendalikan jangan sampai bertentangan dengan agama (dharma), dan berusaha mengabdi pada masyarakat yang disebut di dalam istilah sansekertanya anresangsya mukhayaningdharma yang artinya kebajikan yang tertinggi adalah tidak mementingkan diri-sendiri.
2.      Balian ketakson
Yang dimaksud dengan balian ketakson pada umumnya adalah balian yang minta bantuan roh-roh halus, dewa, gamang, pitara, buta bebayi dang sebagainya dengan jalan membiarkan dirinya dimasuki, atau dipengaruhi sehingga tampeknya seperti orang intrance atau setengah intrance serta bisa menangkap firasat atau petunjuk dari roh atau kekuatan gain dari luar itu. Dengan jalan mendapat penjelasan dari kekuatan gaib dari luar inilah dia bisa mengetahui apa sakit si pasien serta apa obatnya. Balian-balian ketakson umumnya lebih reaktif kelihatan bisa begitu cepat mengetahui sakit seseorang sehingga cepat terkenal, tapi biasanya juga cepat punah kemanjurannya. Balian kjetakson umumnya tidak banyak mau mempelajari usada, tetapi sukanakti atau ndewairaya kepura-pura atau ke tempat-tempat yang angker. Balian ketakson juga menggunakan beberatn-beberatan (pantangan-pantangan) untuk menjaga kesucian dirinya. Oleh karena itu tubuhnya itu tubuhnya sudah biasa dimasuki oleh roh-roh gaib kadang-kadang maca-macam roh dan bhuta kala juga bisa masuk, dan andaikata demikian maka berhati-hatilah kalau terjadi salah masuk.
E.     Balian dalam pandangan teologi hindu
Setiap agama yang percaya dengan adanya tuhan yang maha esa tentunya memiliki teologi yang berbeda-beda. Secara harfiah teologi berasal dari Bahasa yunani, yaitu theos dan logos. Theos berarti tuhan dan logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi teologi berarti ilmu pengetahuan tentang tuhan yang dalam agama hindu disebut sebagai brahma widya. Walaupun ada ilmu tentang ketuhanan bukan berarti kita tahu tentang segala-galanya tentang tuhan. Ilmu balian yang banyak dikuasai oleh masyarakat bali terdapat dalam teologi hindu, hal ini dibuktikan dalam pengobatan selalu menggunakan mantra-mantra yang menyebutkan nama-nama dewa da menyebut aksara-aksara suci beliau untuk melaksanakan pengobatannya. Nama-nama dewa dalam mantra balian dapat dilihat doa-doa yang diuncarkan oleh balian.
Konsep teologi hindu merupakan sebuah konsep tentang ketuhanan yang meliputi banyak unsur, salah satunya adalah aksara-aksara suci. Disebut aksara suci karena memang aksara ini memiliki kekuatan gaib atau magis religious untuk menyucikan atau membersihkan sesuatu. Aksara ini pada umumnya dipergunakan sewaktu ada upacara agama atau dalam pengobatan. Oleh karena itu para balian ini harus mempelajari dengan benar dan sungguh-sunguh tentang tulisan dan makna dari masing-masning aksara tersebut dan tata cara penggunaannya. Jikalau salah dalam penulisannya dan pemanfaatannya serta ritual yang mengiringinya akan menimbulkan akibat yang tidak di inginkan baik oleh baliannya sendiri maupun pasiennya.
Contoh kasus :
Disebuah desa yang bernama desa tukad sumaga kabupaten buleleng merupakan desa yang sangat terpencil dan sangat jauh dari kota sehingga menyebabkan masyarakat disana hanya berpedoman dengan apa yang ada di sekitarnya jarak antara rumah satu dengan rumah lainnya sangat jauh. Disana juga sangat jauh jaraknya dengan puskesmas apalagi rumah sakit. Pada suatu ketika masyarakat disana mengalami suatu wabah penyakit. Banyak warga yang panas dingin, mual-mual bahkan ada juga yang nyeri sendi karena akses dari desa menuju rumah sakit sangat jauh menyebabkan masyarakat disana lebih dominan untuk melakukan pengobatan secara tradisional saja. Dan dengan keluhan itu masyarakat pergi ke balian untuk berobat. Setelah beberapa hari selang waktu, lurah (bendesa) disana mengundang tim petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan lingkungan dan setelah dilakukan pengecekan oleh petugas kesehatan ternyata disana sangat banyak jentik-jentik nyamuk yang menyebabkan terjadinyad deman berdarah. Dari saat itu para tim kesehatan menghimbau masyarakat untuk memperhatikan lingkungan sekitar agar terbebas dari penyakit.










PENUTUP
KESIMPULAN
Pengobatan tradisional merupakan bentuk intervensi terapi yang tidak invasive, berakar dari kepercayaan kuno, termasuk didalamnya konsep kepercayaan kuno. Pengobatan tradisional ini sudah lama dikenal di dunia, bahkan di Indonesia pun sudah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu. Di bali istilah pengobatan tradisional tersebut biasanya identic dengan balian yang merupakan orang yang dipercaya bisa melakukan pengobatan. Balian di bali dipengaruhi oleh perkembangan agama hindu hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam upacara yang digunakan dalam melakukan pengobatan tersebut. Jenis balian dapat dibedakan menjadi 2, yaitu balian usada dan balian ketakson. Balian usada adalah balian yang pada dasarnya mengutamakan penggunaan pengetahuan mengenai teknik pengobatan dan jenis-jenis obat-obatan dan balian ketakson pada umumnya adalah balian yang minta bantuan roh-roh halus, dewa, gamang, pintara, bhuta bebai dan sebagainya dengan jalan membiarkan dirinya di masuki, atau dipengaruhi sehingga tampaknya seperti orang trance atau setengah trance serta bisa menangkap firasat petunjuk dari roh atau kekuatan gaib dari luar itu. Balian dalam teologi hindu terdiri dari mantra-mantra hindu karena didalamnya disebutkan tentang dewa-dewa dan mantra yajna di samping itu balian juga menggunakan aksara dalam pengobatan yang biasanya menggunakan aksara yang terdapat di diri manusia, kemudian disatukan dengan aksara alam semesta, sehingga kebahagiaan dapat tercapai.

SARAN













DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, I Nyoman. Beberapa faktor penghambat dan pendorong dalam Usaha peningkatan peran balian di Masyarakat Seminar kedokteran Tradisional Bali pada tanggal 23 Januari 1981. Makalah
Callone, J.B. de, 1988. Ilmu Dukun Pada Suku-Suku Dayak di Kalimantan Selatan. Jakarta:Reikaraya.
Donder, I Ketut. 2006. Brahvidya Teologi Kasih Semesta. Surabaya: Paramitha.
Kardji, I Wayan, 1999. Ilmu Hitam Dari Bali. Denpasar : Upada Sastra
Kardji, I Wayan, 2006. Tutur Penangkal Ilmu Hitam. Surabaya: Paramitha
Koentjaraningrat, Dr. (1954). Sejarah Kebudayaan Indonesia, Dijilid I, Kebudayaan Prahistori di Indonesia : New Haven.
Nala, Ngurah, 2006. Aksara Bali dalam Usada. Surabaya : Paramitha.
Nala, Ngurah, 1992. Usada Bali. Paramitha : Surabaya.
Titib, I Made, 2003. Teologi & Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramitha
Tnpa Pengarang. 1978. Transkripsi Lontar Usada Ratuning Usada. Dinas Kesehatan Prov.Bali.
Drs. I Gst. Agung Gde Putra. Penggolongan Balian di Bali. Makalah. 1988




Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH BUDAYA DAN KESEHATAN MASYARAKAT BATAK

MAKALAH BUDAYA DAN KESEHATAN MASYARAKAT BETAWI

KONSEP PERAWATAN JENAZAH MENURUT 3 AGAMA (KEPERAWATAN)